Kang Jumari

Kang Jumari

Belajar Bersama Kang Jumari

He..he...yuk kita belajar bersama tentang segalanya di jagad seisinya. Met!....bergabung ya....

Selasa, 02 September 2008

ENGKAU WANITA

ENGKAU WANITA
Wanita sebagai penyeimbang bagi kaum laki-laki. Laki-laki yang begitu perkasa tak akan bermakna jika tidak ada wanita. Begitu pun sebaliknya. Namun, di era gender seperti sekarang ini kadang kala kita jumpai wanita yang seakan-akan tidak membutuhkan laki-laki atau laki-laki yang tidak butuh wanita. Kalau demikian itu yang terjadi, maka hal itu sudah dapat dipastikan bahwa orang tersebut mengalami kelainan.

Secara logis, memang sudah ditakdirkan bahwa laki-laki dan perempuan merupakan makhluk yang senantiasa berpasangan. Sudah menjadi kewajaran dan itulah takdir Tuhan. Namun, akan menjadi suatu yang abnormal jika di antara keduanya tersebut tidak ada simbiosis mutualisme (hubungan saling menguntungkan). Karena Tuhan menciptakan demikian sudah tentu memiliki sisi positif yang sangat besar. Sebab tiadalah kesia-siaan suatu ciptaan Tuhan. Sekecil apapun ciptaan-Nya akan memiliki manfaat yang cukup tinggi. Bahkan, jikalau kita mau merenungkan tentang ciptaan-Nya, makhluk yang mungkin antagonis sekalipun tiadalah mungkin sia-sia. Suatu waktu pasti akan membutuhkannya.

Dengan demikian tak ubahnya kaum wanita dan laki-laki. Mereka semua telah memiliki peran masing-masing sesuai kodrat dan kemampuan yang dimilikinya. Walau era gender yang menuntut emansipasi wanita, tapi bukan berarti wanita harus menjadi laki-laki atau pun pekerjaan laki-laki dapat dikerjakan oleh wanita. Akan tetapi, di antaranya lah harus ada pemahaman akan kodrat diri masing-masing. Karena, jika kodrat (sunnatullah) ini telah dilanggar oleh manusia, maka ibarat mesin adalah salan dalam memasang bagian mesin tersebut dapat berakibat kerusakan mesin. oleh sebab itu, berkaca dari hal itu, tak ubahnya peran laki-laki dan wanita harus ada keseimbangan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain serta saling membutuhkan satu sama lain.

Sabtu, 29 Desember 2007

SERTIFIKASI GURU; SEBUAH UPAYA MENCARI STATUS EKONOMI

Sertifikasi guru yang saat ini lagi gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan kwalitas guru. Pada realitasnya masih banyak mengalami banyak kendala. Portofolio yang dilaksanakan jauh dari ketentuan yang berlaku. Usaha apapun akan dilakuka demi mendapatkan status sertifikasi dan suatu pengharapa yang cukup besar nantinya gaji (salary) itu pun juga mengalami kenaikan.
Pemerintah selaku pemangku kebijakan terlaksananya sertifikasi bagi guru pun juga memiliki pengharapan agar nantinya para guru sebagai tonggak keberhasilan pendidikan mampu meningkatkan kinerjanya agar lebih profesional. Tetapi kemudian munculah pesimisme baru, suatu kemungkina-kemungkina akan muncul. Kondisi seperti itu untuk saat ini didukung oleh kenyataan dilapangan bahwa kondisi ekonomi negara ini yang sedang sulit, kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok bisa saja memicu guru untuk melakukan sesuatu agar mereka mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. sebuah pertanyaan besar yang mungkin bisa kita renungkan kembali. Akankah sertifikasi guru hanya sebagai pencari status ekonomi guru ditengah naiknya harga-harga? semoga bermanfaat

Rabu, 26 Desember 2007

MASALAH PENDIDIKAN KITA

MASALAH PENDIDIKAN KITA

Kalau benar-benar diinventarisasi, banyak masalah dan persoalan besar dan mendasar yang masih dihadapi oleh dunia pendidikan kita dewasa ini yang memerlukan pemecahan mendasar melalui program mendasar pula. Sebut saja misalnya buta aksara yang masih banyak menyelimuti kehidupan masyarakat kita yang harus di entaskan melalui pendidikan luar sekolah. Walaupun kegiatan pemberantasan buta huruf sudah sejak lama dicanangkan dan diupayakan pemerintah bersama masyarakat, namun masih tetap saja terdapat tidak kurang dari 104.000 warga negara Indonesia yang masih buta aksara di Riau.

Pemberantasanya tentulah memerlukan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh. Keinginan dari mereka yang masih buta aksara ini untuk belajar dan meningkatkan kemampuan perlu pula ditumbuh kembangkan melalui motivasi yang diberikan oleh semua pihak termasuk para mubaligh dan juru dakwa, agar mereka juga proaktif dalam mendatangi pusat-pusat belajar yang telah ada ataupun yang yang akan dikembangkan.

Jumlah anak usia sekolah antara umur 7 s/d 15 tahun masih banyak yang belum tertampung pada fasilitas pendidikan yang sudah ada. Pada hal wajib belajar 9 tahun itu sudah dicanangkan sejak 10 tahun yang lalu. Untuk itu mau ataupun tidak, fasilitas belajar mengajar haruslah diusahakan, baik di sekolah ataupun di luar sekolah. Pada saat ini kita harus mengakui paling tidak ada sekitar 3 s/d 5 % lagi anak-anak usia sekolah dasar yang tidak sempat menikmati pembelajaran di sekolah dasar tersebut, baik karena putus sekolah dengan berbagai alasan, maupun karena sama sekali tidak sempat mengecap pendidikan di sekolah tersebut. Mereka pada umumnye bermukim di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh sarana transportasi, telekomunikasi maupun fasilitas pendidikan. Namun karena wajib belajar 9 tahun telah diprogramkan maka mau ataupun tidak mereka harus difasilitasi di manapun mereka berada dan bagaimanapun caranya.

Pembangunan sekolah dasar baru maupun perbaikan sekolah-sekolah yang sudah ada kelihatannya sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan. Di berbagai Kabupaten dan Kota serta Kecamatan sering terdengar keluhan adanya fasilitas sekolah yang tidak lengkap dengan jumlah guru yang terbatas dan lain-lain keluhan. Mencukupi kebutuhan standar minimal bagi sekolah dasar maupun madrasyah Ibtidaiyah kelihatannya sudah sangat penting menjadi skala prioritas di mana pun sekolah dasar itu berada. Kita tidak boleh lagi membiarkan sebuah sekolah hanya di asuh oleh dua atau tidak orang guru saja termasuk kepala sekolahnya. Karena itu penambahan guru kelas kelihatannya sangat penting dan tak dapat ditunda lagi ditambah dengan guru mata pelajaran khusus seperti matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain sebagainya disamping meningkatkan mutu guru agar profesional dan memiliki kompetensi dalam mengajar.

Penyiapkan fasilitas sekolah seperti ruang belajar, ruang kantor, laboratorium bahasa dan komputer, laboratorium IPA, perpustakaan, buku pelajaran pokok dan tambahan, fasilitas seni dan olah raga, tempat bermain, musholla, taman adalah fasilitas-fasilitas yang secara bertahap perlu dibangun. Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif dengan menejemen sekolah yang baik yang menyebabkan anak ddik dan guru betah tinggal di sekolah sebagai rumah mereka yang kedua adalah hal yang teramat penting yang perlu ditumbuh-kembangkan.

Sekolah Menengah Pertama ataupun madrasyah tsanawiyah kita kelihatannya sudah sangat mendesak untuk ditingkatkan jumlah dan daya tampungnya sehingga semua lulusan sekolah dasar bisa ditampung di sekolah menengah pertama pada tahun 2008 mendatang. Untuk mencapai hal tersebut paling tidak setiap tahun kita harus membangun 800 buah lokal atau kelas baru sampai menjelanga tahun 2008 mendatang, di setiap daerah yang memiliki anak-anak usia sekolah antara 12 s/d 15 tahun terseebut. Untuk itu kita bisa membayanglan berapa jumlah guru, fasilitas sekolah dan dana yang harus kita sediakan.

Peningkatan jumlah dan mutu Sekolah Menengah Atas dan Madrasyah Aliyah sudah sangat mendesak pula kita laksanakan. Pada hari ini paling tidak ada sekitar 80 % orang tamatan sekolah Menengah Atas yang tidak melanjutkan sekolah pada tingkatan yang lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa mereka harus masuk ke dunia kerja. Dengan ketrampilan yang masih terbatas, tidak otomatis semua anak yang tidak masuk ke perguruan tinggi tadi bisa ditampung di lapangan pekerjaan yang tersedia maupun menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. Untuk itu mereka masih memerlukan pelatihan dan pendidikan khusus lagi agar mereka memperoleh kelayakan untuk memasuki dunia kerja yang tersedia.

Kita agaknya memang perlu belajar dari negara tetangga kita seperti Singapura bagaimana cara mereka menyiapkan sumberdaya manusia yang siap pakai di dunia kerja. Setelah menamatkanpendidikan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama selama 10 tahun, mereka sengaja menggodok anak didik ini selama 2 tahun lagi dalam bentuk pelatihan (training) yang intensif sehingga dalam kurun waktu dua tahun itu akan dihasilkan anak didik yang cerdas dan trampil. Bagi mereka yang pintar bisa melanjutkan studi ke perguruan tinggi sedangkan yang nilainya sedang-sedang saja, harus masuk ke dunia kerja. Untuk itulah, dengan tidak merobah sistem pendidikan, kita perlu memberi ketrampilan khusus bagi anak didik kita itu di samping upaya membangun sekolah menengah kejuruan yang relefan dengan tuntutan dunia kerja. Mendorong peningkatan mutu pendidikan tinggi di Propinsi Riau kelihatannya juga tidak mungkin dapat diabaikan dalam rangka meningkatkan daya saing anak bangsa di percaturan peradapan dunia. Mudah-mudahan.